Masalah Sosial Kenakalan Remaja
Wawancara Pelaku Tawuran Antar Pelajar
Nama Kelompok :
Abiyoga Wisesono 30416036
Adrianto 30416263
Agung Sedayu Achkam 30414487
Bambang Alibowo 31416337
Christania Wibawani Putri 31416598
Felia Stassy Wiratna 32416771
Tawuran Antar Pelajar
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat
memprihatinkan. Hal ini terbukti dengan peristiwa – peristiwa tawuran para
pelajar yang saat ini sedang maraknya terjadi. Tawuran sudah tidak lagi menjadi
pemberitaan yang asing lagi ditelinga kita. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) “tawuran” berasal dari kata “tawur” yang dapat diartikan
sebagai perkelahian beramai-ramai. Secara psikologis, perkelahian yang
melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan
remaja (juvenile deliquency).
Perilaku
pelajar yang anarkis berasal dari banyak faktor yang mempengaruhi, baik faktor
internal ataupun eksternal. Tawuran pelajar bukan hanya mengakibatkan kerugian
harta benda atau korban cidera tetapi bisa sampai merenggut nyawa orang lain.
Kekerasan dianggap sebagai solusi yang paling tepat untuk menyelesaikan suatu
masalah tanpa memikirkan akibat-akibat buruk yang ditimbulkan.
Tawuran
antar pelajar semakin menjadi semenjak terciptanya geng atau kelompok, Perilaku
anarki ini selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat, mereka merasa
bangga jika masyarakat takut dengan geng atau kelompoknya. Pada saat bersamaan
masyarakat hanya bisa menyaksikan kekerasan demi kekerasan terjadi antara
mereka dan seringkali mencaci perbuatan mereka tanpa berusaha mencari solusi
yang bijak akan permasalahan tersebut. Memojokkan mereka dari sudut pandang
negatif yang ada. Namun sebenarnya tidak bisa dikatakan sepenuhnya bahwa
kesalahan itu berasal dari dalam diri atau faktor internal pelajar itu sendiri.
Faktor-faktor
Penyebab Tawuran
Dalam pandangan psikologi,
setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu
dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila
dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja
terlibat perkelahian pelajar.
·
Faktor internal
Faktor
internal ini terjadi didalam diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui
proses internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan
disekitarnya dan semua pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang terlibat
perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan
yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan,
budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama
makin beragam dan banyak. Situasi ini
biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang.
Para
remaja yang mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala
masalahnya tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan.
Selain itu, ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki andil dalam
terjadinya perkelahian. Mereka biasanya mudah friustasi, tidak mudah
mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang
remaja biasanya membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah
orang-orang sekelilingnya.
·
Faktor keluarga
Keluarga
adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika seorang
anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah
ia tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena
inilah kebiasaan yang datang dari keluarganya. Anak, ketika meningkat remaja,
belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang
wajar kalau melakukan kekerasan yang sama. Sebaliknya, orang tua yang terlalu
melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak
mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung
dengan teman-temannya, banyak anak akan menyerahkan dirinya secara total
terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya. Selain itu
ketidak harmonisan keluarga juga bisa menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan
oleh pelajar.
Menurut
Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994), berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua
sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997). Sehingga peran besar
keluarga dituntut untuk memberikan contoh yang baik agar anak-anak tidak
mencari perilaku menyimpang seperti tawuran pelajar.
·
Faktor sekolah
Sekolah
tidak hanya untuk menjadikan para siswa pandai secara akademik namun juga
pandai secara akhlaknya . Sekolah merupakan wadah untuk para siswa
mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah
untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas
pengajaran yang bermutu. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang
siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang
tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan
menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama
teman-temannya. Setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan
peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan
pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan
cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam mendidik siswanya. Contohnya
disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki cukup
kesabaran dalam mendidik anak muruidnya akhirnya guru tersebut menunjukkan
kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru oleh para siswanya.
Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik yang memiliki
kepribadian yang baik.
Bagi
Durkheim, sekolah mempunyai fungsi yang sangat penting dan sangat khusus untuk
menciptakan makhluk baru, yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
(Emile Durkheim, Leducation Morale ( Paris : Libraire Felix Alean, 1925), hal.
68. Untuk itu dibutuhkan sekali keselarasan antara harapan masyarakat dengan
sistem pengajaran. Sekolah untuk lingkungan masyarakat militer harus berbeda
dengan cara pengajaran di sekolah yang memperuntukkan anak didiknya untuk dunia
industri. Namun, disamping itu semua hal yang paling penting dalam mengajar
adalah menumbuhkan motivasi diri (self motivation) untuk belajar. Dengan ada
keinginan sendiri untuk belajar bagi para siswa maka mereka akan bisa lebih
focus terhadap pelajaran yang diberikan oleh pengajar.
·
Faktor lingkungan.
Lingkungan
rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja. Misalnya
lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku
buruk (misalnya narkoba). Tidak adanya
kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar disekitar
rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran. Begitu pula sarana transportasi umum
yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang
penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu
dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung
untuk munculnya perilaku berkelahi.
Lingkungan
yang tidak menerima eksistensi para remaja juga menjadi salah satu faktor
pemicu seorang pelajar atau remaja melakukan perbuatan-perbuatan anarki. Padahal
pada usia remaja tersebut remaja dalam taraf pencarian jati diri, dan
dibutuhkan sekali dukungan dan partisipasi warga masyarakat dilingkungan
sekitar mereka berada. Hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara diantaranya
mengadakan wadah organisasi pemuda, memberikan apresiasi terhadap remaja yang
berprestasi, melibatkan remaja dalam berbagai kegiatan kemsyarakatan sampai
dengan memberikan tanggung jawab yang lebih untuk menjadi panitia sebuah
kegiatan yang diadakan oleh masyarakat. Hal-hal tersebut mungkin bisa
diharapkan untuk meminimalisasi remaja untuk mencari kegiatan-kegiatan negative
di luar lingkungan mereka atau dengan kata lain untuk meminimalisasi tawuran
pelajar.
Aspek-
aspek yang Menimbulkan Tawuran Pelajar
1. Aspek dendam
Tidak sedikit penyebab
tawuran dikarenakan dendam entah itu karena pemalakan yang dilakukan pelajar
sekolah atau dendam karena tidak bisa bersekolah di sekolah yang diinginkan.
Sehingga timbul keinginan untuk merusak sekolah yang dimaksud.
Aspek dendam ini
menimbulkan kemungkinan tawuran-tawuran berikutnya bahkan mungkin hanya diawali
dengan saling pandang. Karena sebenarnya sudah ada kebencian yang mendasari
hati mereka.
2. Aspek selain dendam
1)Perayaan hasil UN (Ujian Nasional)
Ada kebiasaan perayaan
hasil ujian nasional bagi pelajar. Yaitu dengan melakukan pawai keliling kota,
meneriakkan yel-yel dan sebagainya. Pada saat bersamaan satu rombongan bertemu
dengan rombongan sekolah lain. Dan pertemuan itu menimbulkan saling ejek
sehingga emosi meluap dan selanjutnya terjadilah sebuah tawuran.
2)Perayaan hari libur
Seringnya pelajar memaknai
hari libur sebagai hari tanpa aktifitas atau sering hari bebas. Untuk sementara
waktu mereka akan berhenti melakukan aktivitas belajar. Sehingga mereka
beranggapan akan melakukan tawuran dan setelah itu mereka bisa sembunyi dirumah
tanpa takut keluar rumah. Karena aktifitas mereka hanya ada dirumah.
Dampak
Tawuran Pelajar
·
Pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri
jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
·
Rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas
lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan.
·
Terganggunya proses belajar di sekolah.
·
Berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian
dan nilai-nilai hidup orang lain.
·
Masyarakat sekitar juga dirugikan. Contohnya : rusaknya
rumah warga apabila pelajar yang tawuran itu melempari batu dan mengenai rumah
warga.
Hal-hal yang Bisa Dilakukan
untuk Mengatasi Tawuran Pelajar
1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol
diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa
mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa
remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah
sebelumnya gagal pada tahap ini.
2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point
pertama.
3. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga
yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
4. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi
arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata
teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
Cara lain yang ditawarkan oleh Kartini Kartono memberikan
beberapa cara untuk meminimalisasi tawuran pelajar yang terurai sebagai
berikut;
1. Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri dan melakukan
koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun
2. Memberikan kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang
baik dan sehat
3. Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan
remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan perkembangan bakat dan potensi
remaja
Wawancara
Pelaku Tawuran Antar Pelajar
Wawancara dengan narasumber, seorang mahasiswa yang
pernah melakukan tawuran antar pelajar
ketika bersekolah di salah satu SMA di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada tahun
2015.
Senin,
20 Maret 2017 jam 11.00 WIB
Pewawancara :
“Apakah benar anda pernah terlibat dalam tawuran antar pelajar?”
Narasumber : “Pernah,
pada saat kelas 2 SMA”
Pewawancara :
“Apakah pada saat itu, anda pertama kalinya melakukan tawuran antar pelajar?”
Narasumber : “Tidak,
saat kelas 1 SMA saya dan temen temen satu tongkrongan sudah disuruh ikut
tawuran sama senior senior”
Pewawancara :
“Umur berapakah anda pada saat itu?”
Narasumber : “16 tahun”
Pewawancara : “Bagaimana hubungan anda dengan keluarga?”
Narasumber : “Hubungan dengan keluarga baik baik aja”
Pewawancara : “Apakah anda termasuk orang yang terbuka pada
keluarga?”
Narasumber : “Tidak,
saya tertutup, kalau ada masalah apapun saya ga pernah cerita”
Pewawancara : “Apa yang membuat anda berani melakukan hal seperti
itu?”
Narasumber : “Solidaritas
antar angkatan sama teman teman, juga kesenagan tersendiri sih”
Pewawancara : “Apakah ini tawuran yang pertama kali terjadi pada
sekolah anda?”
Narasumber : “Sudah turun temurun dari tahun angkatan atas”
Pewawancara : “Apa pemicu tawuran tersebut?”
Narasumber : “Ya karena sama sama pengen tenar, jadi sekolah
yang terkenal gitu”
Pewawancara : “Apa saja senjata yang digunakan?”
Narasumber : “Wah kalo
senjata mah banyak bang, ada celurit, ada golok, ada gear dan lain- lain”
Pewawancara : “Apakah ada korban luka-luka atau meninggal pada saat
itu?”
Narasumber : “Kalau
yang meninggal sih jarang, tapi kalau luka luka mah banyak hehe”
Pewawancara : “Apa resiko yang anda dapatkan pada saat tawuran
berlangsung?”
Narasumber : “Kalau
resiko ya luka luka palingan, kalau fatal bisa sampai meninggal”
Pewawancara :
“Apakah setelah tawuran berlangsung memunculkan perdamaian antara kedua belah
pihak?”
Narasumber : “Tidak ada kata damai demi merebutkan nama
terbaik sekolah, gengsi soalnya
kalau minta damai”
Pewawancara : “Apa yang anda rasakan setelah melakukan tawuran
tersebut?”
Narasumber : “Rasanya puas bisa perang sama teman teman”
Pewawancara : “Apakah anda masih ingin melakukan
tawuran kembali?”
Narasumber : “Keinginan untuk berhenti sih ada, karna terkadang
masih kepikiran susahnya orang tua nyari duit, tapi mungkin ada saatnya saya
bisa bener bener berhenti dari tawuran”
KESIMPULAN
- Salah satu faktor internal yang yang memicu tawuran adalah ketersinggungan antar kelompok dan adanya perasaan terancam, serta faktor eksternal yang terdiri dari faktor keluarga seperti kurangnya perhatian dari keluarga. Faktor sekolah meliputi kurangnya kegiatan yang diberikan sekolah yaitu adanya waktu luang yang tidak digunakan siswa untuk mengikuti kegiatan yang positif melainkan waktu luang tersebut digunakan untuk berkumpul tidak jelas, serta adanya sekolah yang dianggap musuh. Faktor lingkungan berupa letak geografis sekolah yang berdekatan sehingga menimbulkan adanya gesekan dan persaingan diantara sekolah tersebut, serta pergaulan siswa disekolah.
- Ada banyak cara untuk mengatasi tawuran, tidak harus dengan cara kuratif namun melalui cara preventif. Metode preventif yang baik adalah dengan menanamkan nilai nilai baik kepada remaja dan menyalurkan berbagai tenaga mereka melalui hal positif seperti ekstrakulikuler ataupun hobi yang mereka sukai. Hal tersebut dapat dikatakan pemberian perhatian dan kasih sayang terhadap seorang remaja.
SARAN
1. Pihak Sekolah
1. Pihak Sekolah
Sekolah hendaknya mengoptimalkan upaya dalam mengatasi tawuran, serta
menambahkan salah satu upaya dengan melakukan home visit agar pihak sekolah
mengetahui latar belakang keluarga siswa yang terlibat tawuran dan memberikan
arahan langsung kepada orang tua siswa. Guru lebih komunikatif terhadap orang
tua siswa maupun kepada siswa hal ini ditujukan agar kegiatan siswa lebih
terpantau.
2. Pihak Siswa
Siswa diharapkan mampu membedakan hal-hal yang baik dan buruk dalam
bergaul, siswa mampu menyalurkan bakat yang dimiliki melalui kegiatan positif
di sekolah maupun di luar sekolah. Seperti contoh jika siswa memiliki bakat
utuk beladiri hendaknya disalurkan pada organisasi beladiri taekwondo, pencak
silat, karate dan lainnya. Siswa hendaknya lebih terbuka terhadap orang tua dan
guru sehingga ketika ada permasalahan yang dihadapinya dapat diberikan solusi
yang baik.
3. Pihak Orangtua Siswa
Orang tua diharapkan lebih memperhatikan anak-anaknya dan memberikan
pengarahan agar anak-anaknya tidak terlibat dalam kasus tawuran disekolah.
Orang tua mampu menjalin komunikasi yang baik dengan anak agar anak tidak
merasa sendirian.
REFERENSI
- http://kbbi.web.id/tawur
- http://daimabadi.blogdetik.com/2010/04/27/tawuran-pelajar/comment-page-1/
- http://www.anekamakalah.com/2012/11/remaja-dan-tawuran.html
- http://e-journal.uajy.ac.id/4528/2/1HK09838.pdf
- Upaya Mengatasi Kenakalan Remaja : Tawuran SMAN 4
Kabupaten Tangerang. online resource : http://lib.unnes.ac.id/22253/1/3301411037-S.pdf
- http://www.sman3pariaman.sch.id/index.php/media-informasi/berita-sekolah/306-9-cara-efektif-mencegah-tawuran-antar-pelajar.html